Halaman

Kamis, 01 Maret 2012

Kiri tapi bukan Tangan tiri


obrolan 2 orang teman yang sedang membaca sambil minum kopi disebuah warung)
A    :  eh, tolong bukuku dong !
B    :  oh ia nih, maaf tangan kiri !
A    :  oh ia gak papa!

(Obrolan tangan kiri dan kanan (tokoh B))
Kiri       :   T____T, aku tidak tau apa sih yang salah dariku yang selalu saja dianggap salah!
Kanan  :   sabar saudaraku, bos kita mungkin belum tau bahwa kita berdua mesti sama – sama dihargai...saya juga kadang selalu merasa letih karena suruhan yang berlebihan...!!
Kiri        :  tapi kamu mah masih enak karena masih disayang, dan selalu mendapat tugas mulia dari      bos..Lah sedangkan saya gimana?? Rasanya bos hanya manis d kamu saja, q merasa selalu d tangan tirikan....
Kanan   :  bukan begitu...km salah..km..
Kiri        :  sudahlah ..!memang sudah takdirku mungkin seperti ini...walaupun aku hanya ingin di        anggap sama bergunanya dirimu,namun kenyataannya aku seperti sampah dimata bos..Lebih baik aku minggat saja...sudah tidak ada gunanya aku disini terus!!
Kanan  :   jangann saudaraku...klo km tidak ada siapa yang menemaniku kelak??...aku masih sayang      sama km...
Kiri       :   aku juga sayang sama kamu saudaraku...namun apa daya inilah keputusanku....Selamat    tinggal saudaraku...Assalamualaikum..(breem breeeem..)
Kanan  :   Walaikumsalam...Eh eh tungguuuuuu...aku ikuuuttt...aku tidak mau tersiksa oleh bos....oeee..saudarakuuuuu...tungguuuu...!!(ngikkk nguuuk ngiiik nguukkk..)

Dalam adat budaya Indonesia yang mungkin ada dalam semua suku di indonesia seperti suku jawa, bugis, madura, makassar, dan lain sebaganyai. Kita sering kali mempraktekkan salah satu adat kesopanan itu yaitu kesopanan memberi dengan tangan kanan. Mungkin memang tidak ada masalah dalam hal ini apalagi menyangkut adat kesopanan yang sudah diturun – temurunkan melalui generasi yang terdahulu, namun bukan berarti tangan kiri itu menjadi tangan tiri yang selalu diabaikan keberadaannya. Maksud saya ada sedikit kesalahpahaman penerapan adat kesopanan itu yang sangat jarang sekali untuk mau ditelusiri. Contoh ketika orang yang lahir dengan kelengkapan tangan kanan dan kiri (tidak termasuk orang kidal) yang dari kecil sampai dewasanya hanya menggunakan tangan kanan sebagai bagian tubuh bantu utama akan mendapati dirinya dalam ketidakbiasaan penggunaan tangan kiri.
Dan terkadang dalam keseharian kegiatan orang – orang (tidak termasuk orang kidal) lebih memprioritaskan tangan kanan ketimbang tangan kiri yang akhirnya mereduksi bakat dari tangan kiri yang seharusnya bisa digunakan selayaknya aktifitas tangan kanan. Bukankah manusia yang lahir dengan tubuh lengkap semestinya mampu menggunakan kelengkapan yang telah di anugerahkan itu sebaik – baiknya dalam artian tidak menghilangkan adat dan budaya yang telah kita punya sejak dahulu kala? Semisalkan ketika seseorang yang kelebih tangan kanan mempunyai kegiatan kesukaan yaitu menulis, namun tanpa disangka – sangka mendapatkan masalah di tangan kanan yang akhirnya menghentikan kegiatan kesukaannya atau mungkin memulai dari awal dengan latihan bersama tangan kiri yang tentu saja membutuhkan waktu dan proses kebiasaan. Artinya ketika dalam hal seperti ini benar – benar terjadi berarti ada sebuah pemaknaan terhadap tangan kiri sebagai cadangan yang hanya dibutuhkan pada saat tertentu, padahal sekali lagi saya tekankan manusia yang lahir dengan kelengkapan tubuh yang telah dianugerahkan semestinya mampu mempergunakannya dengan sebaik – baiknya.
Coba kita lihat orang – orang tidak memiliki kelengkapan tubuh sebagaimana orang – orang lain yang telah di anugerahkan kelengkapan tubuh. Manusia yang sering kita namai cacat karena kekurangannya malah sering kali mampu menggunakan keterbatasan yang ada pada mereka dengan sangat baik. Disini artinya kita yang seharusnya telah banyak melihat kehebatan – kehebatan mereka yang disebut cacat itu juga mampu belajar dari mereka dalam menghargai kelengkapan yang telah diberikan kepada setiap manusia ketika lahir. Dan dari sini sayapun memikirkan sebuah pertanyaan tentang kata cacat yaitu “sebenarnya yang cacat itu orang yang disebut cacat karena keterbatasan namun mampu menjadi memberikan sebuah keahlian karena keterbatasan mereka sendiri atau orang yang disebut normal dengan segala kelebihan mereka namun tidak mampu meng”ahlikan” diri mereka dengan kelebihan itu sendiri??”
Memang sangat benar setiap bangsa dan suku yang memiliki adat budaya yang berbeda – beda itu adalah seuatu keharusan untuk menjaga jatidiri kebangsaan dan suku itu sendiri, apalagi kita sebagai bangsa indonesia yang memiliki adat budaya kesopanan yang dikenal dunia dan tentu saja harus selalu dipertahankan terhadap keberlansungan adat budaya kita sendiri sebagai sebagai karakter dan jatidiri Bangsa Indonesia, namun bukan berarti kita adat budaya yang kita miliki disalah artikan dengan membuat keterbatasan – keterbatasan diri sendiri  dan bukan memberikan sebuah pembelokan makna adat budaya yang telah dititipkan kepada kita untuk mengurung diri sendiri terhadap realitas sosial yang sedang berlansung dan semakin berkembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar