Buku tentang Atlantis yang ditulis
oleh Prof. Arysio Santos yang dikatakan tenggelam oleh bencana semesta yang akhirnya hanya menjadi
sebuah penjelasan sejarah peradaban yang tak berarti karena existensinya
sekarang seakan-akan tak berpengaruh untuk bisa merubah zaman yang terbodohi
ini. Hal ini seakan-akan menggambarkan Pancasila yang dalam realitas sekarang
juga dalam kondisi yang sama, di mana ruh-ruh para Pejuang Nasional dan nilai
luhur yang terkandung dalam Pancasila itu seakan hanya menjadi konteks hapalan
yang tak berarti sejak masa persekolahan (SD ,SMP dan SMA) yang terus mereka
lafalkan.
Dalam
kemasyarakatan Indonesia sekarang Pancasila hanya berupa pengajian rutin namun
tak mengandung makna yang tersirat bahkan dalam prakteknya. Dewasa ini begitu
banyak bangsa Indonesia yang pernah mengenyam pengalaman bangku sekolah namun
tak mempunyai dasar pemahaman terhadap pemaknaan Pancasila secara mendalam dan
bagaimana seharusnya merefleksikan Pancasila itu sendiri.
Interpretasi
terhadap implisit dari Pancasila tak ubahnya hanya sebuah khayalan para
Pahlawan Nasional belaka yang telah mendahului generasi-generasi berikut
mereka. Sungguh sangat disayangkan bila perjuangan para Pahlawan itu hanya
menjadi sebuah kotoran yang harus segera dibersihkan dan akhirnya bangsa
indnesia sekarang tanpa sadar telah menelanjangi diri mereka sendiri karena
godaan globalitas yang begitu menghanyutkan dan sekali lagi Pancasila seakan
hanya menjadi batu sandungan yang tak pernah diperhatikan keberadaannya. Akibatnya
kebutaan terhadap jatidiri bangsa sendiri menjadi penyakit akut yang bila tak
segera dioperasi akan berdampak hal yang sangat buruk yang tentu tasa tak
seorangpun menginginkan itu (bangsa Indonesia).
Suguhan
Yudi Latif dalam bukunya yang berjudul Negara
Paripurna tentu saja mampu membuka cakrawala bagi setiap pembaca dengan
menghadirkan kemolekan-kemolekan sosok sejarah Bangsa Indonesia yang
sesungguhnya (Paripurna sendiri itu berarti puncak yang bila dimaknai Negara
Indonesia sebenarnya adalah Negara yang berada diatas negara-negara lain di
seluruh dunia). Penyuguhan data sejarah, fakta dan realitas menjadi koheren
tentang pembahasan budaya dan perjuangan Pejuang Nasional yang historikal (perjuangan
yang tak hanya mengorbankan kucuran keringat namun juga tetesan darah serta
pengorbanan nyawa) yang akhirnya menghasilkan sebuah Pancasila dan menjadi
harta yang sangat berharga bagi Bangsa Indonesia selanjutnya.
Dalam buku itu (Negara Paripurna)
menyiratkan sebuah simbol bangsa Indonesia dan dasar-dasar berbangsa yang
Nasionalis dengan satu tema tentang penafsiran Pancasila yang isinya sarat
dengan Spiritualitas, Nasionalistis dan Marxistis yang akhirnya teracik menjadi
5 butir isi Pancasila. Tentu saja Pancasila tak lepas dari jatidiri sebenarnya
Bangsa Indonesia yang diteliti melalu perjalanan masa lalu Indonesia dengan
segala budaya-budaya yang ada didalamnya.
Soekarno yang berpidato menyebutkan
dasar-dasar Pancasila saat itu mendapatkan momentumnya yang sangat bersejarah
bagi Bangsa Indonesia, dengan segala jiwa Nasionalisme yang dia miliki Soekarno
akhirnya mempersembahkan karya agung pada dunia yang belum pernah sekalipun
bangsa lain capai, yaitu Pancasila. Pancasila yang dalam makna itu sendiri
memiliki 5 butir yang mempunyai arti berbeda-beda namun tetap mengutamakan
keadilan berkebangsaan dan tak hanya berpatokan pada Bangsa Indonesia saja
namun seluruh bangsa-bangsa yang ada di dunia agar mampu bersatu memerangi
Imperialisme yang telah banyak mengakitbatkan bangsa-bangsa lain sengsara.
Sejarah Soekarno yang mempelopori dasar berkebangsaan seluruh dunia ini
harusnya dapat menjadi tambang emas buat bangsa Indonesia dan sebenarnya
Soekarno yang telah mempercayakan kelanjutan perjuangan itu kepada seluruh
Bangsa Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap imperealisme dalah sebuah
pesan yang tersirat agar Bangsa Indonesia bisa menjadi Bangsa pencerah bagi
bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
Namun relitas sekarang jauh bertolak
belakang akan pesan-pesan yang tersirat itu, kehilangan jatidiri seakan menjadi
suatu permasalahan yang patut didiskusikan oleh bangsa Indonesia saat ini. Semangat
meraih kemerdekaan yang berkecamuk dalam diri para Pahlawan Nasional pada zaman
ini tak mampu tersalurkan pada Bangsa Indonesia sekarang dan seakan hanya
menjadi sebuah tangisan seorang ibu yang kehilangan anak-anaknya, yang dimana
anak-anaknya belum mampu mendengar tangisan orang tuanya.
Akibat dari tabrakan globalisasi
ekhirnya kembali menghasilkan penjajahan namun tentu saja penjajahan ini jauh
lebih indah dari penjajahan pada masa kolonialisasi, bukan senjata api yang
menjadi senjata penjajahan sekarang melainkan kaum-kaum intelektual yang
sekaranglah yang menjadi senjata penjajah saat ini. Tentu saja sebenarnya media
bisa berpengaruh besar bagi Bangsa
Indonesia untuk mampu menjadikan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang slalu
diimpikan oleh para Pahlawan Indonesia namun sebaliknya media di Indonesia
malah menjadi senjata kaum intelektual yang dimiliki para penjajah yang telah
menghancurkan Bangsa Indonesia sekarang ini (walaupun ada beberapa masyarakat
Indonesia yang masih dilandasi Pancasila namun mereka tidaklah sebanding dari
mayoritas Bangsa Indonesia buta Pancasila, apa lagi mereka yang buta akan
Pancasila dan prakteknya berada di puncak-puncak pemimpin Negara Indonesia.
Bisa diibaratkan seorang Nabi Musa AS yang tak mampu berperang melawan Firaun
yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia).
Sungguh ironis Negara Indonesia yang
tersiksa ini oleh kebodohan anak bangsanya sendiri. Bukankah bila kita mau
mencari arti sebenarnya Pancasila dan memaknai pesan-pesan yang terkandung
dalamnya serta menjadikan Pancasila sebagai dasar interpretasi, perjuangan dan
nasionalisme dalam memerdekakan kembali bangsa ini dari kejamnya Imperialisme /
Globalisasi seharusnya akan menjadi senjata dan tembok yang kokoh untuk melawan
imperialisme itu sendiri??
Namun saya yakin bila Pancasila
sebagai pedoman berbangsa dan bernegara mampu direfleksikan dalam hati, pikiran,
jiwa dan tubuh (tidak hanya dihapalkan namun ada praktek yang benar) tentu saja
Indonesia mampu menjadi bangsa Indonesia sejati yang punya jatidiri yang kuat
dan tahan terhadap gempuran perkembangan zaman yang menggelobal kearah negatif
bagi Bangsa Indonesia tanpa mampu menenggelamkan Pancasila selama pancasila itu
tetap direfleksikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar